Selasa, 28 September 2010

asas-asas pemerintahan yg baik dlm pelaksanaan otonomi daerah

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,  pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.  Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.  Disamping itu daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing  dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Otonomi daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang – undangan tentang pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di Indonesia berjalan secara dinamis.
Semenjak awal kemerdekaan samapi sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. UU 22/1999 menganut prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Sedangkan saat ini di bawah UU 32/2004 dianut prinsip otonomi seluas – luasnya, nyata dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pun banyak dikatakan sebagai otonomi daerah setengah hati, masih banyak kekurangan yang mewarnai pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta masalah – masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah.
Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang lebih baik. Inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada mengenai otonomi daerah sehingga nantinya menjadi bahan pemikiran bersama guna mewujudkan suatu pemerintahan yang baik sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik.
Seperti yang telah dikemukakan dalam halaman latar belakang, ada beberapa masalah yang akan dibahas pada paper ini,yaitu:
1.1.1        Bagaimana dampak negatif yang terjadi dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini?
1.1.2        Bagaimana prospek otonomi daerah di masa mendatang dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang sesuai AAUPB ?
1.1.3        Mengidentifikasi permasalahan sertta kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan otonomi daerah saat ini.
2.1 Kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

Sebelum membahas mengenai kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada baiknya diketahui terlebih dahulu pengertian Otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan  (Pasal 1 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2004), sedangkan menurut Menurut kamus Wikipedia yang penulis akses pada tanggal 24 Nopember 2009, Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengertian “otonom” secara bahasa adalah “berdiri sendiri” atau “dengan pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” adalah suatu “wilayah” atau “lingkungan pemerintah”. Dengan demikian pengertian secara istilah “otonomi daerah” adalah “wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri.” Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. (Wikipedia, akses : 24 Nopember 2009)
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi adanya otonomi daerah adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004  tersebut maka dimulailah babak baru pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Kebijakan Otonomi Daerah ini memberikan kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Kota didasarkan kepada desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Namun dalam kenyataannya masih ada berbagai kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini khususnya permasalahan terkait pelaksanaan pemerintahan yang baik. Permasalahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. 1. Desentralisasi Korupsi
Dengan adanya penerapan sistem otonomi daerah, maka terbuka pula peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah terutama oknum pejabat untuk melalukan praktek KKN. Hal tersebut terlihat pada contoh kasus seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD.
………………………
Sehingga ada ketidak jelasan akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat setempat, yang membuat bentuk-bentuk tanggung jawab kepala daerah ke publik pun menjadi belum jelas. ?Karena posisi masyarakat dalam proses penegakan prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, belum jelas, publik tidak pernah tahu bagaimana kinerja birokrasi di daerah,? ujarnya.
………………………….
Untuk itu Andrinof mengusulkan, selain dicantumkan prosedur administrasi dalam pertanggung jawaban anggota Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang melibatkan masyarakat dalam mengawasi proyeksi dan pelaksanaan APBD. Misalnya, dengan adanya rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat melalui media massa.
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:
1. Korupsi Pengadaan Barang Modus : a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar. b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya. Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo) Modus : a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif  dan Penyelewengan dana proyek. Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar, Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi serta memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
6. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran. Modus :a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan. b. Penetapan target penerimaan …………………………………”
Sumber : The Habibie Center
  1. Potensi Konflik di daerah

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijakan ini diharapkan dapat meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, terutama daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI. Tetapi disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut konflik antar daerah. Konflik yang dimaksud disini adalah konflik kepentingan serta hal – hal yang terkait dengan pemekaran daerah, sumber daya alam termasuk juga mengenai perbatasan. Banyak daerah saat ini menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Hubungan sosial antar anggota masyarakat yang tidak harmonis, kesenjangan sosial, serta kebijakan pemerintah yang tidak sensitif terhadap konflik merupakan faktor-faktor yang sangat potensial bagi munculnya konflik di daerah.

  1. SDM dalam hal pelayanan publik.

Dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. pemerintah daerah diharapkan untuk dapat membuat perencanaan dan melaksanakan program. Program ini diidentifikasi dan diprioritaskan menurut kebutuhan daerah dengan berkonsultasi pada pemerintah tingkat bawah dan anggota masyarakat. Hal ini menjadi kendala yang serius ketika apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi. Selain itu dalam kaitannya dengan pemekaran daerah, banyak daerah yang merupakan hasil pemekaran belum memiliki kesiapan baik secara infrastruktur maupun sumber daya manusia dalam hal pelayanan publik.
2.2. Otonomi daerah di masa mendatang yang sesuai dengan AAUPB.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi atau otonomi daerah merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa otonomi daerah di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Terkait dengan kendala – kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini, maka perlu disadari bahwa masalah utama antara pusat dan otonomi daerah adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. Maka dari itu, Birokrasi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, birokrasi bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. (sumber acuan http://www.kompas.com Kamis, 02 Juni 2005).
Seperti halnya prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang tercantum dalam Pasal 2 UU No.28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ada beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
a)      asas kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
b)      asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara;
c)      asas kepentingan umum, adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;
d)     asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;
e)      asas proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
f)       asas profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
g)      asas akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam upaya mewujudkan otonomi daerah yang sesuai dengan AAUPB, maka dalam perspektif yang lebih luas, konsep pemerintah yang baik meliputi tiga dimensi utama yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Dengan demikian, untuk mewujudkan good governance maka harus ada kerjasama yang bersifat sinergis antara negara melalui  pemerintah pusat dan daerah dengan masyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat. Sehingga pada hakekatnya otonomi Daerah adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat yang diharapkan dapat memenuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.
Berdasarkan rumusan masalah serta pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1)      Beberapa kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia saat ini adalah timbulnya peluang desentralisasi korupsi, potensi konflik di daerah serta belum siapnya sumber daya manusia yang terkait dengan pelayanan publik.
2)      Untuk mewujudkan otonomi daerah yang berlandaskan pemerintahan yang baik di masa mendatang, maka harus ada kerjasama yang bersifat sinergis antara negara melalui  pemerintah pusat dan daerah dengan masyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat..

Kamis, 23 September 2010

SEJARAH SINGKAT IDAMAN HATIKU

Slank adalah nama salah satu grup musik papan atas Indonesia yang bermula dari Desember 1983 dengan pendirian Cikini Stones Complex (CSC), grup musik yang terdiri dari anak-anak SMA Perguruan Cikini, Jakarta. Di sinilah Bimo Setiawan (drum), Boy (gitar), Kiki (gitar), Abi (bass), Uti (vokal) dan Well Welly (vokal) mengekspresikan kesukaan mereka terhadap karya-karya Rolling Stones. Sayangnya grup ini tidak bisa bertahan dan membubarkan diri. Selanjutnya berturut-turut terjadi perombakan personil sampai akhirnya terbentuk formasi ke-14 pada tahun 1996 yang bertahan sampai sekarang. Formasi akhir ini, yang dimulai dari album ke-7 Slank, terdiri dari Bimbim (drum), Kaka (vokal), Ivanka (bass), Ridho (gitar) dan Abdee (gitar). Slank memiliki kelompok penggemar yang fanatik, yang dikenal sebagai Slankers.

Slank berdiri desember 1983. dengan nama awal cikini stone complex, dengan beranggotakan, Bimo Setiawan (drum), Boy (gitar), Kiki (gitar), Abi (bas), Uti (vokal), Wel Welly (vokal).Mereka sering membawakan musik2 dari Rolling Stone, idola mereka. Di tengah jalan beberapa dari mereka keluar. karena keuletan Bimbim, panggilan Bimo Setiawan membentuk band lagi dan merubah nama menjadi Red Evil. dengan formasi Bim2(drum), Bongky (gitar), Kiki (gitar), Denny (bas), Erwan (vokal). dan mereka sudah mulai berani memainkan lagu2 mereka sendiri.

Penampilan mereka diatas panggung yang cenderung seadanya dan slenge’an. sehingga para penonton sering menyebut mereka band slenge’an. mulai saat itu nama band mereka berubah menjadi Slank. Pergantian personil menjadi kebiasaan dalam band ini. sudah kali band ini ganti personil, dengan personel Bim2(Drum), Kaka(Vokal), Bongky(Bas), Indra(Keyboard), Pay(Gitar).

Berkali-kali mengirim demo ke berbagai label, berkali2pula rekaman mereka ditolak. lalu mereka bertemu dengan seorang produser Budi Susatio. setelah mendengarkan musik mereka, Budi yakin bahwa musik mereka akan banyak disukai. karena musik mereka beda dari musik mainstream pada masa itu. Slank menggabungkan antara POP, ROCK N ROLL, BLUES, DAN ETNIK. yang menjadi warna musik Slank.

Keyakinan Budhi terbukti. album pertama SUIT…SUIT..HE.HE… meledak di pasaran dengan hits maafkan dan memang. dengan album pertama itu pula slank mendapat penghargaan pertamanya di BASF award sebagai pendatang baru terbaik. sejak saat iu slank mulai dikenal masyarakat seluruh indonesia, dan terus berkarya. karya mereka antara lain: KAMPUNGAN,PISS,GENERASI BIRU, MINORITAS.Setelah penggarapan album minoritas slank kehilangan 3 anggota sekaligus Bongki,Indra,Pay (yang sekarang sukses dengn BIP-nya). akhirnya ka2 dan bim2 berjuang mempertahankan band ini. dengan 2 personel mereka mencoba membuat album baru, LAGI SEDIH. dengan dibantu Ivan (bass) dan Reynold (gitar).

hingga akhirnya tahun 1996 terbentuk formasi ke-14 yang terdiri dari Kaka (vokal), Bim2 (drum), Ivanka(bass), Ridho (gitar), Abdee (gitar). hingga sekarang mereka telah menelurkan 14 album:TUJUH,VIRUS,MATA HATI REFORMASI,999+09,SATU-SATU,PLUR,SLANKISSME,SLOW BUT SURE. ini belum termasuk album live dan de best.Hingga sekarang slank masih berkarya dan banyak memiliki penggemar yang biasa menyebut diri mereka SLANKERS. mereka cenderung setian pada slank. karena mereka menganggap musik slank adalah musik jujur apa adanya. yang mewakili jiwa dan semangat muda.

Dan untuk ultah ke 24 ini slank akan mengadakan konser dengan judul: Slank Fest:From Slank With Love. acara ini akan diadakan di pantai karnaval ancol tanggal 29 desember 2007 jam 7 malem. dan diisi oleh:The BIG HIP (JAPAN), Julia Perez(jupe???), Dewi Persik, Nirina Zubir, Maia (Ratu), Sherina, Melanie Soebono, Astrid, T2, Sarah. harga tiket 15ribu.Dan juga Slank rencananya akan launching album internasionalnya pada bulan april 2008. yang berisi lagu2 Slank dengan lirik Bahasa Inggris.

LOGIKA

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur[1].
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Daftar isi

[tampilkan]

[sunting] Logika sebagai ilmu pengetahuan

Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.

[sunting] Logika sebagai cabang filsafat

Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran

[sunting] Dasar-dasar Logika

Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
  1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
  2. Semua kuda adalah mamalia
  3. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung

Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
  1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
  2. Kuda Australia punya sebuah jantung
  3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
  4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
  5. ...
  6. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis. Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

[sunting] Sejarah Logika

[sunting] Masa Yunani Kuno

Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
  • Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
  • Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
  • Air jugalah uap
  • Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:
  1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4. Analytica Priora tentang Silogisme.
  5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika.
Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.
Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.
Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.

[sunting] Abad pertengahan dan logika modern [2]

Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.
Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.
Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
  • Petrus Hispanus (1210 - 1278)
  • Roger Bacon (1214-1292)
  • Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
  • William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding
Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.
J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic
Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
  • Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
  • George Boole (1815-1864)
  • John Venn (1834-1923)
  • Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs)
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).
Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.

[sunting] Logika sebagai matematika murni

Logika masuk kedalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

[sunting] Kegunaan logika

  1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
  2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
  5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
  6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
  7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
  8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.

[sunting] Macam-macam logika

[sunting] Logika alamiah

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.

[sunting] Logika ilmiah

Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.
Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

ORGANISASI DAN MANAJEMEN

Prof. Mirrian Sjofyan Arif, M.Ec. (PA), Ph.D.
ADPU4217 3/SKS/ 1-9

Tinjauan Mata Kuliah

Selagi manusia melibatkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau mencapai tujuannya maka selama itu pulalah dia akan terlibat atau berhadapan dengan organisasi dan manajemen. Bagaimana tidak, seperti makan, minum, berjalan di trotoar, berobat, dan belanja di toko hampir semuanya berhubungan dengan organisasi dan manajemen. Bahkan ada kecenderungan bahwa semakin modern kehidupan manusia semakin kait-mengait usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan semakin banyak pula terlibat dalam organisasi dan manajemen.
Yang menjadi masalah adalah apakah setiap orang memahami seluk-beluk organisasi dan manajemen? Dalam kenyataannya tidak semua orang memahaminya. Contoh, suatu kasus yang kita baca dalam surat kabar bahwa dua orang muda-mudi gagal melaksanakan pernikahan karena tidak mendapatkan surat yang diperlukan untuk pernikahan tersebut dari Kepala Desa, gara-gara Kepala Desa mencampuradukkan urusan dinas dan urusan pribadinya dengan calon pengantin. Tentu masih banyak kasus lain yang lebih unik terjadi karena orang kurang memahami organisasi dan manajemen.
Modul ini bertujuan membantu mahasiswa dan siapa saja yang berniat untuk mengetahui seluk-beluk organisasi dan manajemen. Selama ini organisasi lebih banyak diketahui dalam hubungannya dengan fungsi-fungsi manajemen, yaitu ”organizing” atau penyusunan organisasi. Modul ini akan membahas teori-teori mengenai organisasi dan manajemen serta evolusinya, yaitu mulai dari Teori Klasik, Teori Neo-Klasik, Teori Modern, penerapan organisasi dan manajemen di Jepang dan Teori Z, Penerapan Organisasi dan Manajemen di negara berkembang pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Dengan mengetahui berbagai teori mengenai organisasi dan manajemen diharapkan para pembaca dapat membentuk suatu model yang tepat yang dapat dijadikan kerangka pemikiran dalam usaha memperdalam ilmu ini.
Pada Edisi baru ini telah dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan hampir di seluruh modul dari edisi pertama dengan bantuan suatu tim ahli materi. Hasilnya adalah sebagai berikut.
Modul 1, diadakan penambahan materi untuk memperjelas hubungan antara administrasi, organisasi dan manajemen.
Modul 2, terdapat penyempurnaan judul dan judul kegiatan belajar dan sedikit tambahan khususnya dalam kata pendahuluan.
Modul 3, terdapat penyempurnaan judul maupun judul kegiatan belajar dan tambahan materi mengenai koordinasi.
Modul 4, diadakan tambahan materi yaitu mengenai management sciences sebagai salah satu dari perkembangan Teori Neo Klasik di samping Human Resources Movement.
Modul 5, terdapat penyempurnaan judul dan judul kegiatan belajar serta penambahan materi.
Modul 6, terdapat perubahan sistematika modul, yaitu Modul tentang kepemimpinan yang semula berada pada Modul 8 sekarang menjadi Modul 6. Dalam modul ini dilakukan sedikit perubahan sistematika uraian khususnya pada Kegiatan Belajar 2.
Modul 7, tentang Manajemen Jepang dan Teori Z yang semula adalah Modul 6. Modul ini tidak mengalami modifikasi.
Modul 8, tentang Organisasi dan Manajemen di Negara Berkembang yang semula adalah Modul 7. Dalam modul ini terjadi perubahan judul.
Modul 9, terdapat penyempurnaan dalam hal judul, yaitu Birokrasi di Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para tutor yang telah memberikan kritik dan saran bagi penyempurnaan modul ini. Selanjutnya, penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Tim Ahli Materi: Dr. Masliana Bangun Sitepu, Prof. Dr. Martani Huseini dan Sunarno, SH., M.Sc. yang telah memberikan input dan berpartisipasi dengan penulis dalam rangka penyempurnaan bahan ajar Organisasi dan Manajemen ini.
Terakhir, penulis mengharapkan semoga para pembaca akan lebih mudah memahami teori-teori yang dibahas dalam modul ini.

MODUL 1: HUBUNGAN ANTARA ADMINISTRASI, ORGANISASI, DAN MANAJEMEN
Kegiatan Belajar 1

Hubungan Administrasi, Organisasi, dan Manajemen  

Usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidupnya adalah merupakan tujuan bagi setiap manusia. Tujuan ini akan sama bagi setiap manusia, hanya cara untuk mencapainya berbeda-beda tergantung pada tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Karena kompleksnya cara pencapaian tujuan tersebut maka manusia mau tidak mau harus berorganisasi karena dengan berorganisasi akan dijumpainya kemudahan-kemudahan untuk mencapai tujuan pribadinya, asal tujuan pribadi tersebut dapat disesuaikan dengan tujuan organisasi. Semakin modern kehidupan seseorang semakin cenderung banyak yang dibutuhkannya sehingga semakin banyak pula dia melibatkan dirinya dalam organisasi. Oleh sebab itu, organisasi dan manajemen adalah merupakan salah satu segi kehidupan yang penting bagi setiap manusia di mana pun dia berada.

Kegiatan Belajar 2

Tujuan Organisasi

 Tujuan merupakan suatu hal yang penting bagi semua pihak di dalam organisasi, baik pihak dalam maupun pihak luar organisasi. Pihak dalam organisasi ialah para karyawan sedangkan pihak luar organisasi ialah masyarakat pada umumnya. Bagi pihak dalam, tujuan organisasi berfungsi sebagai pedoman terhadap mana seluruh kegiatan mereka diarahkan. Bagi pihak luar, tujuan organisasi itu perlu disebarluaskan supaya masyarakat mendukung atau sekurang-kurangnya bersimpati terhadap organisasi.

Kegiatan Belajar 3

Perkembangan Ilmu Administrasi serta Ilmu Organisasi dan Manajemen  

Kalau dikaji kehidupan manusia yang serba modern sekarang ini, tentulah kita akan menyimpulkan bahwa semuanya itu adalah berkat keberhasilan orang mengelola organisasi. Alasannya ialah karena tidak mungkin segala-galanya dihasilkan tanpa melalui organisasi. Masalahnya ialah bagaimana orang mengelola organisasinya seefektif mungkin sehingga tidak mengalami hambatan-hambatan dan dapat lancar mencapai sasaran-sasarannya. Untuk keperluan inilah, orang berorganisasi. Oleh sebab itu makin modern kehidupan manusia makin besar minat orang untuk mengembangkan organisasi sehingga mampu menjawab tuntutan hidup yang modern itu. Dengan demikian, teori organisasi juga akan berkembang dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Dale, Ernest. (1975). Organization. Bombay: Taraporevala Sons.

Hampton, David R. (1997). Contemporary Management. New York: McGraw Hill.

Henry, Nicholas. (1975). Public Administration and Public Affairs. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.

Kast, Fremont E. & Rosenzweig, James E. (1981). Organization and Management. Tokyo: McGraw Hill.

Lesikar, Raymond V. (1965). Report Writing For Business. Illinois: Richard D. Irwin, Inc.

Longenecker, Justin G. (1977). Principles of Management and Organizational Behavior. Ohio: A Bell & Howell Company.

Melcher, Arlyn J. (1963). Structure and Process of Organizations. Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Newman, William H. (1963). Administrative Action, Englewood Cliffs, New York: Prentice Hall.

Pfiffner, John M. & Presthus, R. Vence. (1953). Public Administration. New York: The Ronald Press.

Robbins, Stephen P. (1976). The Administrative Process. Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Shah, Vimal. (1972). Research Design and Strategies. Singapore: ADC.

Simon, Herbert A. (1963). Administrative Behavior. New York: The Mcmillan.

Sick, Henry L. (1977). Management and Organization. USA: South-Western Publishing.

Thirauf, Robert J. (1977). Management Principles and Practices. New York: John Weley & Sons.

MODUL 2: TEORI ORGANISASI DAN MANAJEMEN KLASIK
Kegiatan Belajar 1

Latar Belakang Pertumbuhan Birokrasi

Birokrasi tumbuh sejalan dengan pertumbuhan kebudayaan bangsa semenjak dahulu kala yaitu dimulai dengan ekonomi di tepi sungai-sungai besar. Pertumbuhan ekonomi telah mendorong pertumbuhan birokrasi sehingga segala kepentingan masyarakat akhirnya diurus oleh birokrasi. Sedikit demi sedikit akhirnya secara mantap birokrasi memasuki atau meresapi semua bidang kehidupan masyarakat sehingga masyarakat semakin tidak dapat melepaskan diri dari birokrasi.
Pertumbuhan birokrasi juga mendorong pertumbuhan negara ke arah sistem pemerintahan sentral. Ini berarti bahwa kekuasaan otonomi yang bebas dari daerah-daerah menjadi teratas sehingga lama-kelamaan menghilangkan kekuasaan tuan-tuan tanah yang ada di daerah-daerah dan mereka harus tunduk kepada kekuasaan sentral. Dengan demikian, timbul pulalah kekuasaan pemerintah yang disusun secara bertingkat-tingkat.
Pegawai-pegawai yang sebelumnya berstatus sebagai pembantu raja maka dalam pertumbuhannya mereka menjadi aparat atau abdi negara. Dengan demikian, loyalitasnya bukan lagi kepada raja tetapi kepada negara. Mereka adalah disebut birokrat dan jasa mereka tidak dapat dinilai dengan uang.

Kegiatan Belajar 2

Birokrasi

Max Weber telah mencoba mengambil inti yang menonjol yang dipraktekkan orang, baik dalam pengurusan negara maupun perusahaan dan berdasarkan pengalamannya itu dia membangun suatu model birokrasi yang ideal. Sebagai suatu model, birokrasi dapat digunakan tetapi tidak harus sama karena sesuatu yang ideal itu sulit dijumpai praktik. Oleh sebab itu, timbullah pendapat kontra terhadap birokrasi Weber karena orang ingin membuktikan kebenaran pandangan Weber. Tetapi sebenarnya, mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan model yang ideal yang tidak perlu diteliti kebenarannya, tetapi dapat dijadikan sebagai pedoman bagi mereka yang ingin berpraktik.
Tetapi walau bagaimanapun terjadinya pro dan kontra terhadap pandangan Weber dan praktik-praktik birokrasi dalam kenyataannya justru menambah luas cakrawala kita dalam menganalisis birokrasi. Kita dapat menyimpulkan bahwa bagaimanapun orang kontra terhadap birokrasi namun birokrasi dalam masyarakat tetap dianut dan tidak ada satu kekuatan pun yang kuasa untuk menghapuskannya dan menggantinya dengan tipe yang lain.

Kegiatan Belajar 3

Manajemen Ilmiah dan Teori Administrasi

Scientific management yang dikemukakan oleh Taylor telah mengubah pandangan orang dari manajemen yang selama ini berdasarkan kira-kira menjadi efisien dan rasional. Akibatnya terjadilah peningkatan hasil di segala bidang manajemen dan hal ini tentu mendatangkan profit yang berlimpah ruah. Hal ini antara lain berkat diterapkannya sistem kerja spesialisasi, sistem upah yang berdasarkan upah potongan atau borongan, sistem imbalan yang bersifat ekonomi dan sistem penelitian gerak dan waktu kerja. Dengan demikian, cara kerja manusia pun berubah dari cara kerja santai menjadi lebih efisien seperti mesin saja.
Selanjutnya Fayol menitikberatkan perhatiannya pada tingkat atas organisasi yang karena dia menganggap bahwa administrator adalah tempat berasal segala perintah dan keputusan. Oleh sebab itu, perlu adanya prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengelola organisasi oleh administrator. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut maka efisiensi dapat dicapai sehingga organisasi dapat mencapai sasarannya sesuai dengan yang telah direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym. (1975). The Encyclopedia Americana. Philippines: Americana Corporation.

Bennis. (1966). Warren, Beyond Bureaucracy. New York: Mc Graw Hill Inc.

Blau, Pieter M. (1966). The Dynamic of Bureaucracy. Chicago: The University of Chicago Press.

Cohen, Harry. (1965). The Demonics of Bureaucracy. Lowa: The Lowa State Univesity Press.

Downs, Anthony. (1967). Inside Bureaucracy. USA: The Rand Corporation.

Hsieh, Pao Chao. (1966). The Government of China. (1944 – 1911) New York: Octagon Books Inc.

Komenka, Eugene & Kaygier Martin, ed. (1973). Bureaucracy, Idea and Ideologies. London: Edward Arlold Publishers Ltd.

Kramer, Fred A. (1977). Dynamic of Public Bureaucracy. Massachusetts: Winthrop Publishers, Inc.

Peters, Guy. (1978). The Politic of Bureaucracy. New York: Logman Inc.

Pugs, D.S. ed. (1967). Organization Theory. London: Cox & Wyman Ltd.

Weber, Max. The Theory of Social and Economic Organization. Translated and Edited by A.M. Henderson and T. Parsons.  


MODUL 3: MENYUSUN ORGANISASI FORMAL
Kegiatan Belajar 1

Pengorganisasian

Departementasi adalah suatu kegiatan yang harus didahulukan dalam menyusun organisasi karena kegiatan yang sangat luas itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa memerincinya ke dalam unit-unit tugas. Setelah itu disusul dengan penunjukan orang-orang yang akan menduduki setiap unit tersebut. Dalam hal ini tidak boleh terbalik yaitu orang dahulu yang dipersiapkan untuk memangku jabatan setelah itu dicarikan jabatan apa yang akan dipangkunya. Kalau departementasi ini terbalik maka tidak efisien karena ada kemungkinan tugas yang seharusnya tidak perlu dalam satu unit terpaksa diadakan mengingat orang yang telah dipersiapkan.
Adapun jenis tugas di departementasi itu ialah kegiatan yang bersifat operasional dan kegiatan yang bersifat pelayanan atau bantuan. Kegiatan yang bersifat operasional ini langsung mencapai sasaran sedangkan kegiatan bantuan tidak langsung mencapai sasaran tetapi membantu kegiatan operasional.
Yang perlu diperhatikan ialah cara menempatkan kegiatan bantuan ini dalam struktur organisasi. Bagi organisasi yang masih kecil dan mengumpul dalam satu gedung maka lebih tepat digunakan sistem sentralisasi. Sedangkan bagi organisasi yang terpencar-pencar dalam beberapa gedung dan berjauhan letaknya lebih tepat digunakan sistem desentralisasi. Oleh karena masing-masing sistem ini mempunyai kelemahan maka sekarang orang menggunakan bentuk gabungan yaitu membentuk unit sentral dan menempatkan out-post atau sambungannya pada tiap-tiap unit operasi. Dengan demikian, kelemahan-kelemahannya dapat dihindari.

Kegiatan Belajar 2

Pendelegasian Wewenang

Pendelegasian wewenang mempunyai tiga aspek yaitu menunjuk tugas-tugas tertentu untuk dikerjakan para bawahan, memberi izin kepada bawahan untuk mengambil kebijakan untuk pelaksanaan tugas yang didelegasikan dan menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab bagi yang mendelegasikan. Pendelegasian wewenang itu harus jelas yaitu tugas apa yang didelegasikan siapa yang harus mengerjakan dan sebagainya. Supaya tidak menimbulkan keragu-raguan maka pendelegasian wewenang tersebut perlu tertulis. Dalam prakteknya ada batasan-batasan dalam pendelegasian wewenang antara lain batasan peraturan undang-undang, yang harus diperhatikan setiap mendelegasikan wewenang. Dalam pendelegasian wewenang ini tanggung jawab tidak boleh didelegasikan, harus dihindari subordinasi rangkap, wewenang yang diberikan seimbang dengan pertanggungjawaban yang diminta.
Bidang yang dapat didelegasikan kepada bawahan ialah sebagian bidang perencanaan, sebagian besar bidang pelaksanaan, sedangkan bidang pengawasan tidak dapat didelegasikan karena merupakan tanggung jawab yang memberikan. Hambatan dalam pendelegasian wewenang ini bermacam-macam ada yang datang dari pihak atasan dan ada yang datang dari pihak bawahan. Semuanya itu dapat diatasi antara lain dengan melalui pendidikan dan latihan terutama mengubah sikap dan tingkah laku seseorang.

Kegiatan Belajar 3

Rentang Pengawasan (Kendali)

Bertambah tinggi kedudukan seseorang di dalam hierarki organisasi maka semakin banyak dibebani dengan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran. Tugas-tugas yang menghendaki pemikiran tersebut antara lain ialah tugas perencanaan dan pengambilan keputusan yang harus ditanganinya sendiri dan menjadi tanggung jawabnya. Di samping itu, seorang pejabat tidak akan terlepas pula dari tugas pengendalian dan pengawasan yaitu mengendalikan dan mengawasi serta mengkoordinasikan tugas-tugas para bawahannya. Berhubungan dengan kesibukan yang banyak menyita waktu di bidang tugas-tugas di luar pengendalian dan pengawasan maka seorang pejabat sering tidak dapat sepenuhnya memperhatikan bidang pengendalian ini sehingga terjadilah penyimpangan-penyimpangan dari sasaran yang hendak dicapai. Masalah ini tidak dapat dibiarkan dan harus dipecahkan.
Sehubungan dengan masalah tersebut di atas maka perlu ditetapkan berapa orang bawahan yang setepat-tepatnya dapat diawasi oleh seorang atasan. Masalah inilah yang dipecahkan dalam rentangan pengendalian (pengawasan). Apakah rentang pengawasan itu akan dibikin luas atau sempit maka hal ini sangat tergantung kepada kondisi dan situasi organisasi. Dalam hal ini ada beberapa ciri yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam menyusun rentang pengawasan ini. Yang jelas semakin sempit rentangan pengawasan maka semakin tinggi hierarki organisasi dan semakin meningkat jumlah pengawas.
Organisasi yang terlalu tinggi hierarkinya cenderung tidak lentur, komunikasi tidak lancar, biaya besar, urusan berbelit-belit, akhirnya dapat menimbulkan frustrasi dan bahkan menurunkan semangat kerja pegawai. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya tingkat organisasi itu cukup tiga saja karena komunikasi dapat ditelusuri dengan mudah yaitu satu tingkat ke atas dan satu tingkat ke bawah. Oleh sebab itu, rentang pengawasannya harus disesuaikan dengan tingkat organisasi. Sedangkan untuk meringankan beban pengawasan seorang atasan dapat dilakukan berbagai-bagai cara antara lain yaitu dengan mengangkat staf pengawas, mendidik dan melatih keterampilan bawahan sehingga menjadi terampil dan dapat bekerja sendiri sehingga hubungan atasan dan bawahan akhirnya terbatas kepada yang benar-benar diperlukan.
Kalau rentang pengawasan telah ditetapkan dan tugas-tugas organisasi telah terkelompok-kelompok ke dalam kesatuan atau unit-unit yang bersifat spesialisasi maka dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan diperlukan adanya koordinasi yaitu untuk menyelaraskan tindakan, menyerempetkan waktu masing-masing unit supaya menyatu ke arah pencapaian tujuan. Dengan adanya koordinasi maka unit-unit organisasi tidak dibiarkan berjalan sendiri-sendiri, tetapi diarahkan pada tujuan organisasi secara keseluruhan. Koordinasi itu bermacam-macam dan pada umumnya dapat dibedakan antara koordinasi vertikal dan koordinasi lateral atau horizontal.

DAFTAR PUSTAKA
Child, John. (1981). Organisasi: A Guide to Problems and Practice. London: Harper & Row.

Dale, Ernest. (1975). Organization. Bombay: Taraporevala Sons & Co.

Hicks, Herbert G – Gullet C. Ray. (1981). Management. Tokyo: Mc Graw Hill.

-------------------, (1975). Organizations: Theory and Behavior. Tokyo: Mc Graw Hill.

Koontz, Harold. O’Donnel, Cyril – Weihrich, Heinz. (1980). Management. Tokyo: Mc Graw Hill.

Melcher, Arlyn J. (1963). Structure and Process of Organizations. Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Newman, William H. (1963). Administrative Action, Englewood Cliffs, New York: Prentice Hall.

Robbins, Stephen P. (1976). The Administrative Process. Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Sisk, Henry L. (1977). Management and Organization. USA: South-Western Publishing.

Terry George, R. (1968). Principles of Management. Illionis: Richard D. Irwin.

Thirauf, Robert J. Klekam, Robert C. Greeding, Daniel W. (1977). Management Principles and Practices. New York: John Wiley & Sons.


MODUL 4: TEORI ORGANISASI NEO-KLASIK
Kegiatan Belajar 1

Pendekatan Teori Neo-Klasik  

Teori Neo-Klasik berusaha meyakinkan orang bahwa unsur kemanusiaan merupakan faktor yang paling menentukan dalam proses organisasi. Tanpa manusia maka faktor-faktor organisasi yang lain tidak dapat berfungsi. Manusia bekerja didorong oleh berbagai kebutuhannya. Tetapi tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi oleh organisasi formal. Oleh sebab itu, mereka memenuhinya dalam organisasi informal yang mereka bentuk. Dengan demikian, seorang pekerja akan mempunyai keanggotaan rangkap yaitu sebagai peserta organisasi formal dan sebagai anggota organisasi informal.
Adakalanya terjadi pertentangan di antara kedua keanggotaan ini yaitu di pihak yang satu dia harus memenuhi ketentuan target yang telah ditentukan oleh organisasi formal, tetapi di pihak yang lain dia harus mematuhi norma yang telah ditentukan kelompok informal. Dalam hal ini biasanya norma kelompok informal lebih kuat menekan tingkah lakunya dari norma organisasi formal. Oleh sebab itu kehadiran kelompok informal perlu diperhatikan oleh para manajer suatu organisasi.

Kegiatan Belajar 2

Dinamika Kelompok dalam Organisasi

Besar atau kecilnya jumlah kelompok dalam suatu organisasi tidak akan mempengaruhi terhadap organisasi kalau kelompok yang bersangkutan tidak dinamis. Tetapi ada kecenderungan bahwa semakin besar jumlah kelompok semakin sulit untuk berkomunikasi aktif di antara sesama anggotanya sehingga kelompok tersebut tidak aktif. Tetapi sebaliknya semakin kecil jumlah kelompok maka semakin mudah untuk berkomunikasi sesama mereka dan semakin dinamis pula kelompok tersebut.
Oleh sebab itu, di dalam organisasi yang perlu diperkirakan ialah dinamika kelompok ini karena setiap kelompok akan berusaha mencapai sasarannya sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Dengan alat sosiometri seorang pimpinan dengan melihat bagaimana tingkah laku kelompok dalam unit organisasinya sehingga dia dapat memanfaatkan kelompok yang dinamis ini dengan mengarahkannya kepada pencapaian tujuan organisasi. Tetapi bagi pimpinan yang tidak dapat menyesuaikan kebijaksanaannya dengan perkembangan kelompok dalam unit organisasinya maka dinamika kelompok ini dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif seperti merongrong organisasi sehingga tidak sukses mencapai tujuannya.

Kegiatan Belajar 3

Konflik Kelompok

Teori lama memandang konflik antara keluarga harus dihindari karena akibatnya dapat menghancurkan organisasi. Pandangan yang demikian sejalan dengan pandangan Teori Klasik yang memandang organisasi itu harus stabil. Kalau organisasi stabil maka setiap masalah organisasi dapat diselesaikan oleh manajer sesuai dengan kedudukannya di dalam hierarki organisasi. Tetapi Teori Modern memandang konflik itu perlu diciptakan di dalam organisasi sehingga organisasi cepat berkembang dan dinamis. Pandangan yang demikian juga sejalan dengan pandangan modern yang menganggap organisasi harus berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah. Dalam hal ini, di dalam organisasi akan selalu timbul konflik di antara kelompok-kelompok kerja dalam usahanya untuk menyelesaikan diri dengan lingkungannya.
Konflik antarkeluarga akan membuat organisasi berkembang secara dinamis asal di antara kelompok-kelompok yang berselisih masih tetap terjadi tukar-menukar informasi dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Tetapi kalau tukar-menukar informasi tidak lagi terjadi maka konflik yang demikian perlu cepat diperbaiki supaya tidak sampai masing-masing keluarga berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Kalau setiap kelompok telah keluar dari koordinasi akibatnya organisasi dapat menjadi berantakan. Oleh sebab itu konflik dapat mengembangkan organisasi tetapi dalam batas-batas tertentu dapat pula menghancurkan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Hampton, David R. (1997). Contemporary Management. New York: McGraw Hill.

Heady, Ferrel. (1979). Public Administration: A Comparative Perspektive. New York: Marcel Dekker.

Hersey, Paul & Blanchard, Kenneth H. (1980). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. New Delhi: Practice Hall of India.

Hicks, Herbert G & Gullett, C. Ray. (1975). Organization Theory and Behavior. Tokyo: McGraw Hill.

Huse, Edgar F. & Bowdithch James L. (1977). Behavior in Organizations. Philippines: Addison – Wesley Publishing Company.

Kast, Fremont E. & Rosenweig, James E. (1979). Organization and Management. Tokyo: Mc.Graw Hill.

Likert, Renis. (1960). New pattern of Management. New York: Mcgraw Hill Book Company.

Litterer, Joseph, A.,ed. (1963). Organization. Illinolis: John Weley and Sons.

Luthans, Fred. (1981). Organizational Behavior. Tokyo: McGraw Hill.

Mitchell, Terrence R. (1978). People in Organization. Tokyo: McGraw Hill.

Pugh, D.S. (1971). Organization Theory. London: Cox & Wyman.

William, Clifton, J. (1978). Human Behavior in Organization. Philippines: South Western Publishing.


MODUL 5: PANDANGAN MODERN DAN PASCA MODERN
                PENDEKATAN SISTEM, KONTINGENSI, DAN T. FORM
Kegiatan Belajar 1

Penyumbang Pemikiran terhadap Pendekatan Sistem dan Kontingensi

Teori Modern membangun kerangka pemikirannya dengan memodifikasikan Teori Klasik maupun Teori Neoklasik. Jadi di dalam organisasi yang dipentingkan baik faktor intern organisasi seperti struktur yang formal maupun faktor ekstern organisasi seperti lingkungan organisasi. Di samping itu, organisasi dipandang sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen organisasi yang saling berhubungan satu sama lain. Jadi organisasi tidak hanya dipandang bagian-bagiannya saja tetapi harus dianalisis secara keseluruhan barulah dapat memahami bagaimana organisasi tersebut. Dengan demikian Teori Modern ini disebut pula Teori Analisis Sistem.

Kegiatan Belajar 2

Lingkungan Organisasi

Dalam keadaan dunia yang serba tergantung sekarang ini tidak mungkin lagi suatu organisasi mengucilkan dirinya dari lingkungan. Lingkungan selalu berubah-ubah dengan semakin modernnya dunia, dan pengaruhnya terhadap organisasi terjadi secara signifikan. Walaupun demikian masih ada organisasi yang stabil karena lingkungannya tidak berubah. Organisasi yang demikian disebut tertutup. Tetapi bagi organisasi yang lingkungannya selalu berubah maka organisasi harus terbuka supaya dia tidak ketinggalan zaman. Dalam hal ini organisasi akan menerima input secara terus-menerus dari lingkungan yang akan diprosesnya menjadi input. Sebaliknya organisasi akan menerima umpan balik dari lingkungan untuk selanjutnya akan memprosesnya sesuai dengan permintaan lingkungan yang selalu berubah-ubah tersebut.
Oleh sebab itu bagi organisasi yang lingkungannya berubah-ubah harus selalu berinteraksi dengan lingkungan supaya sukses mencapai sasarannya. Lingkungan itu ada yang bersifat umum yang mempengaruhi organisasi di mana pun berada dan lingkungan khusus yang mempengaruhi organisasi tertentu saja.

Kegiatan Belajar 3

Tingkah Laku Individu dan Motivasinya

Tingkah laku individu adalah kombinasi dari faktor kepribadian dan lingkungan. Jadi terjadinya tingkah laku itu ada faktor yang menyebabkan yaitu faktor lingkungan yang disebut stimuli. Lalu diproses menjadi keinginan, kesukaan, atau ketidaksenangan terhadap stimuli yang diterima melalui komponen afeksi, kognisi, dan konasi sehingga individu memperoleh suatu makna dari stimuli yang diterimanya. Dari proses ini lahirlah pandangan atau sikapnya terhadap stimuli atau objek yang diterimanya itu. Pandangan atau sikap ini akan cepat keluar dengan didorong oleh faktor motivasi sehingga terjadilah tindakan atau tingkah laku individu. Oleh karena cara memproses stimuli berbeda-beda dan motivasi juga berbeda-beda maka akan melahirkan tingkah laku yang berbeda-beda pula. Hal inilah yang harus dipahami oleh pihak manajer sehingga sedapat mungkin dapat mengarahkan tingkah laku individu yang berbeda-beda dalam organisasinya.


Kegiatan Belajar 4:

Pendekatan Sistem, Kontingensi, dan T. Form  

Pendekatan sistem mengikutsertakan seluruh komponen organisasi dalam penganalisisan organisasi komponen-komponen itu saling berhubungan. Dengan demikian kita akan memperoleh gambaran organisasi secara keseluruhan. Oleh karena bidang organisasi itu sangat luas maka diperlukan pendekatan multidisiplin terpadu. Pendekatan sistem ini dapat diterapkan secara umum terhadap organisasi mana pun juga. Tetapi pendekatan sistem ini dipandang terlalu luas sehingga penganalisisan organisasi akan mengambang sehingga tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya secara tuntas.
Pendekatan kontingensi menganalisis organisasi sendiri-sendiri maksudnya khusus organisasi tertentu. Suatu organisasi tidak mungkin sama dengan organisasi yang lain cara pendekatannya karena tugas, individu maupun situasi masing-masing organisasi berbeda-beda. Setiap organisasi harus dicocokkan tugasnya dengan motivasi individu yang mengerjakan tugas dan situasi. Dengan demikian kita akan berhasil menjumpai masalah yang unik dari organisasi tersebut. Baik pendekatan sistem maupun pendekatan kontingensi, keduanya bersifat terbuka terhadap lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hampton, David R.(1997). Contemporary Management. New York: McGraw Hill.

Hatch, Mary J.O. (1997). Organization Theory; Modern, Symbolic, and Postmodern Perspective. New York: Oxford University Press.

Heady, Ferrel. (1979). Public Administration: A Comparative Perspektive. New York: Marcel Dekker.

Hersey, Paul & Blanchard, Kenneth H. (1980). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. New Delhi: Practice Hall of India.

Hicks, Herbert G & Gullett, C. Ray. (1975). Organization Theory and Behavior. Tokyo: McGraw Hill.

Huse, Edgar F. & Bowdithch James L. (1977). Behavior in Organizations. Philippines: Addison – Wesley Publishing Company.

Kast, Fremont E. & Rosenweig, James E. (1979). Organization and Management. Tokyo: Mc.Graw Hill.

Likert, Renis. (1960). New pattern of Management. New York: Mcgraw Hill Book Company.

Litterer, Joseph, A.,ed. (1963). Organization. Illinolis: John Weley and Sons.

Luthans, Fred. (1981). Organizational Behavior. Tokyo: McGraw Hill.

Millidge, Walker & Tinker Irene. (1975). Perkembangan dan Perubahan Gaya Birokrasi di Indonesia.

Mitchell, Terrence R. (1978). People in Organization. Tokyo: McGraw Hill.

Morgan, Goreth. (1986). Images of Organization. California, Sage Publications.

Pugh, D.S. (1971). Organization Theory. London: Cox & Wyman.

Siagian, Sondang P. (1970). ”Improving Indonesia’s Administration Infrastructure: Acase Study”, Administrative Reform in Asia, Hahn Been Lee and Abelardo G. Samonte, ed. Phillipines: The EROPA.

William, Clifton, J. (1978). Human Behavior in Organization. Philippines: South Western Publishing.



MODUL 6: MODEL ORGANISASI DAN MANAJEMEN JEPANG
Kegiatan Belajar 1

Latar Belakang Organisasi dan Manajemen Jepang

Bangsa Jepang yang terpecah-pecah disatukan oleh Tokugawa dengan bersenjatakan ajaran Konfusianisme, Bushido, dan Shinto. Ajaran ini tidak lain adalah ajaran mengenai filsafat yang dapat ditanamkan ke dalam jiwa bangsa Jepang sehingga terbentuklah perasaan kolektivitas dan kebersamaan di antara sesama mereka. Filsafat inilah yang menyatukan bangsa Jepang menjadi bangsa yang kuat dan kokoh. Filsafat ini tidak hanya tertanam dalam jiwa patriotisme bangsa Jepang, tetapi juga dalam segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang manajemennya.
Dalam bidang manajemen perusahaan maupun pemerintahan tertanam filsafat manajemen yang didasarkan kepada saling percaya-mempercayai, bijaksana, setia dan loyal kepada atasan dan perusahaan, rasa memiliki, tanggung jawab bersama dan partisipasi ternyata telah dapat meningkatkan semangat kerja, kestabilan dan produktivitas dalam organisasi.
Berdirinya perusahaan-perusahaan raksasa Jepang erat kaitannya dengan kepribadian tradisional masyarakat Jepang yang telah melahirkan filsafat manajemen yang dapat ditanamkan dalam setiap jiwa peserta organisasi.

Kegiatan Belajar 2

Perbandingan Manajemen Jepang dan Amerika

Manajemen Jepang berbeda dengan manajemen Amerika. Pada manajemen Jepang terlihat ciri-ciri sebagai berikut: sistem kerja seumur hidup, sistem evaluasi dan promosi lambat sehingga setiap manajer akan memahami betul segala seluk beluk perusahaannya sebelum dipromosikan. Di samping sistem pemberian bonus bersifat fleksibel dalam arti dapat besar kalau perusahaan mendapat untung besar dan dapat kecil kalau perusahaan sedang krisis. Karier meningkat bukan berdasarkan spesialisasi tetapi secara menyeluruh dalam semua bidang. Yang menjadi motivasi kuat bagi seluruh karyawan dalam perusahaan Jepang adalah antara lain diikutsertakan dalam pengambilan keputusan itu. Dengan demikian hal ini mempunyai dampak pula pada tanggung jawab bahwa masing-masing orang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan dalam bertugas mereka dapat mengawasi dirinya sendiri.
Dalam manajemen Amerika berlaku sistem kerja jangka pendek. Akibatnya seseorang berusaha untuk dipromosikan secara cepat. Kalau mereka tidak dipromosikan dalam beberapa tahun maka mereka pindah pekerjaan mencari keadaan yang lebih baik. Sistem bonus diberikan berdasarkan potongan dan hal ini membuat orang bekerja seperti robot saja sehingga kadang-kadang menimbulkan kebosanan. Karier berdasarkan spesialisasi. Orang tidak akan mudah berpindah ke bidang pekerjaan lain kalau tidak berdasarkan spesialisasinya. Kalau perusahaan tidak lagi memerlukan suatu spesialisasi maka orang akan menganggur atau pindah ke perusahaan lain yang membutuhkan spesialisasinya. Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan pada manajemen tingkat tinggi sehingga kalau sampai kepada pelaksanaan kadang-kadang mengalami kesulitan karena orang akan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan sehingga pengawasan dalam hal ini dilakukan oleh supervisornya.

Kegiatan Belajar 3

Teori Z

Pengalaman menunjukkan bahwa perusahaan Amerika yang dipimpin oleh orang Jepang di Jepang maupun perusahaan Jepang yang dipimpin oleh Jepang di Amerika ternyata lebih sukses jika dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola dengan cara Amerika. Keadaan ini mendorong orang Amerika untuk mengadopsi sistem manajemen yang diterapkan oleh orang Jepang karena ternyata mampu menjawab tantangan dunia.
 Dengan mengadopsi manajemen Jepang tersebut dan mengombinasikannya dengan sistem Amerika sendiri maka terciptalah teori Z. Secara berangsur-angsur perusahaan Amerika mengubah bentuk perusahaan yang semula berbentuk A (Amerika) kemudian diubah menjadi tipe Z. Ternyata tipe Z ini pun cocok dengan masyarakat Amerika. Sebagai pedoman dalam perubahan ini maka ada dua belas langkah yang perlu diikuti perusahaan yang ingin merubah wajahnya ke tipe Z.

DAFTAR PUSTAKA
Bunks, Ardath W. (1981). Japan Profile of a Post Industrial Power. Colorado: Westview Press.

Cole, Robert E. (1971). Japanese Blue Collar, The Changing Tradition. California: The University of California Press.

Fukutake, Tadashi. (1980) Rural Society in Japan. Tokyo: University of Tokyo Press.

Hock, Oo Yu. (1980). The Japanese Decision Making Process: An Insight. Kuala Lumpur: UMBC Publications.

Joshino, MY. (1968) Japan’s Managerial System Tradisional and Innovation. London: The Unit Press Massachusetts Institute of Technology.

Morton W. Scott. (1973). The Japanse, How They Life and Work. New York: Preager Publishers, Hold, Reinhart & Winston.

Nakane, Chick. (1970). Japanese Society. California: University of California Press.

Naoto, Sasaki. (1985). Manajemen dan Struktur Industri Jepang, terjemahan Ny. Mulyana, Jakarta: PT Midas Surya Grafindo.

Ouchi, William, Theory Z: 1981, How American Business Can Meet The Japanese Challenge. London: Addison – Wesley Publishing Company.

Pascal, Richard Tanner and Athos Anthony G. (1981) The Art of Japanese Management, Application for American Executives. USA: Simon and Schuster.

Ueda, Taizo and Richardson, Braddly M. (1981). Business and Society in Japan. New York: Preager Publishers.


MODUL 7: ADMINISTRASI DAN ORGANISASI DI NEGARA BERKEMBANG
Kegiatan Belajar 1

Keadaan Administrasi Organisasi dan Manajemen di Negara Berkembang

Pada tahun lima puluhan orang berpendapat bahwa model administrasi dan organisasi Barat dapat diterapkan untuk memperlancar pembangunan di negara berkembang. Tetapi ternyata apa yang diharapkan berbeda dengan kenyataan yang dijumpai di lapangan yaitu administrasi Barat banyak mengalami kegagalan dalam penerapannya di negara berkembang.
 Sadar akan masalah tersebut maka orang mulai mencari sebab mengapa model administrasi Barat tidak dapat sepenuhnya diterapkan di negara berkembang. Salah seorang di antara ahli yang menunjukkan perhatiannya pada masalah ini ialah Riggs. Dia menjelaskan bahwa harus dicarikan model administrasi yang sesuai dengan keadaan negara berkembang setelah dia mempelajari sifat-sifat masyarakat dan administrasi di negara tradisional dan negara maju. Dia berkesimpulan bahwa berkembang adalah negara yang berada dalam proses transisi sehingga dalam administrasinya kedua macam sifat administrasi tradisional dan modern tertentu. Demikian pula halnya dalam organisasinya yang mana birokrasi negara berkembang tidak dapat disamakan dengan birokrasi negara maju, karena kedua sifat tradisional dan modern bertemu dalam birokrasi.
Dengan memahami keadaan negara berkembang ini maka model analisis administrasi Barat tidak cocok dengan negara berkembang. Atau dengan perkataan lain harus dicarikan model yang cocok dengan negara berkembang sendiri, yaitu Model Sala.

Kegiatan Belajar 2

Penyempurnaan Administrasi

Negara berkembang berusaha sedapat mungkin memacu ketinggalannya dari negara maju dengan melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakatnya. Pembangunan tidak mungkin berhasil kalau tidak dikelola dengan baik dalam arti efektif. Pengelolaan pembangunan ini memerlukan administrasi yang gesit yang dapat menunjang pembangunan tersebut.
 Administrasi di negara berkembang pada umumnya tidak efektif, efisien, organisasi serta aparat-aparat kaku dan lamban, sehingga kadang-kadang dirasakan sebagai penghambatan pembangunan. Hal ini tidak boleh dibiarkan saja tetapi harus diusahakan untuk menyempurnakannya. Dengan demikian maka penyempurnaan administrasi wajib dilakukan di negara-negara berkembang.
 Cara yang biasanya dilakukan dalam menyempurnakan administrasi ini ialah dengan melakukan perubahan terutama di bidang organisasi dan pengembangannya. Perubahan organisasi dapat dilakukan dengan cara pendekatan pengembangan organisasi (OD) yaitu melalui teknik reorganisasi dan laboratory training.

DAFTAR PUSTAKA
Bennis, Waren G. (1966). Changing Organizations. New York: McCraw Hill.

--------------------,. (1969). Organisasi Development: It’s Nature, Origin, and Prospects. Phillipines: Addison – Wesley Publishing Company.

Caiden, Gerald E. (1969). Administrative Reform. London: The Penguin Press.

French, Wendell L. & Bell, Cecil R. (1978). Organization Development, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

Lawrance, Paul R. & Lorch, Jay W. (1969). Developing Organization Diangnosis and Actions. California: Addison – Wesley Publishing Co.

Lee, Hahn Been & Samonte, Abelardo G, ed. (1970). Administrative Reform In Asia, Manila: The EROPA.

Riggs, Fred W. (1964). Aministration in Developing Countries: The Theory of Prismatic Society. Bostom: Houghton Mifflin Company.

------------------- , (1970). Administrative Reform and Political Responsiveness: A Theory of Dynamic Balancing. California: Sage Publication.

Suryasumanti, Yuyun S. (1975). Organization Devolepment: A Strategi of Change. Jakarta: BP3K.


MODUL 8: T. FORM DALAM BIROKRASI
                DI INDONESIA

Kegiatan Belajar 1

Latar Belakang Pertumbuhan dan Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Birokrasi di Indonesia sudah ada sebelum zaman penjajahan. Birokrasi tertua adalah pamong praja yang mempunyai kedudukan yang kuat terutama di daerah pedesaan, karena rakyat menganggap pamong praja sebagai soko gurunya. Setelah Belanda maupun Jepang menjajah Indonesia ketangguhan birokrasi pamong praja ini dimanfaatkan untuk kepentingan penjajah terutama dalam berhadapan dengan rakyat Indonesia. Hanya saja penjajah, khususnya pemerintahan Hindia Belanda tidak banyak memberi kesempatan bagi orang Indonesia untuk menaiki tingkat birokrasi pemerintahan kepada kedudukan yang menentukan dalam pengambilan keputusan.
Setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, timbullah kesulitan dalam mengisi jabatan birokrasi yang kosong setelah ditinggal pergi oleh pemerintahan penjajah. Untuk mengatasi kekosongan ini maka pegawai-pegawai yang selama ini berstatus pegawai rendah terpaksa dipromosikan ke tingkat yang tinggi sehingga terjadi pula kekosongan pada tingkat organisasi yang lebih rendah.
Masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh birokrasi dalam perjalanannya mengurus bangsa yang telah merdeka dan terakhir hancur berantakan dirasuki oleh ideologi-ideologi politik yang bermacam-macam di zaman Orde Lama, sehingga birokrasi tidak dapat diharapkan untuk berperan sebagai abdi masyarakat dan negara. Di zaman Orde Baru birokrasi dibangun kembali dari kehancuran supaya dapat memainkan perannya sebagai abdi masyarakat dan negara. Usaha yang dilakukan antara lain mengeluarkan peraturan-peraturan yang bertujuan untuk menyusun kembali organisasi birokrasi seperti Keputusan Presidium Kabinet Ampera No. 15, 75 Tahun 1966, yang disempurnakan dengan Keppres No. 44, 45 Tahun 1974 dan terakhir Keppres No. 45 Tahun 1974 disempurnakan oleh Keppres No. 15 Tahun 1984. Di samping itu dilakukan pula usaha untuk mengembalikan proposi aparat birokrasi yang sebenarnya, hanya loyal kepada negara dan bangsa. Untuk ini telah dikeluarkan Permen 12 oleh Departemen Dalam Negeri yang diikuti oleh departemen lain.

Kegiatan Belajar 2

Birokrasi dan Pembangunan Nasional Indonesia

Pembangunan adalah salah satu-satunya cara yang ditempuh oleh masyarakat negara berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi dalam masyarakat sendiri terdapat kelangkaan terutama dalam hal skill, keahlian dan dana untuk melancarkan pembangunan sehingga peranan pemerintah atau birokrasi masih diperlukan untuk mengelola pembangunan itu.
Sistem pembangunan yang dianut di Indonesia adalah pembangunan terpadu yang menghendaki suatu susunan organisasi yang luwes sehingga birokrasi mampu bergerak secara leluasa dalam menangani masalah-masalah baru yang timbul dalam masyarakat sebagai akibat dari perubahan-perubahan terjadi dalam pembangunan tersebut. Tetapi organisasi pemerintah berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 1974 lebih menitikberatkan pada pengaturan intern departemen dan kurang mengatur cara-cara kerja sama antarinstansi yang terlibat dalam pengelolaan pembangunan terpadu atau koordinasi, sehingga tugas yang penting ini nampaknya dianggap sebagai tugas pelengkap saja. Akibatnya banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh birokrasi dalam menjalankan peranannya dalam pengelolaan pembangunan yang dapat pula mengakibatkan kurang lancarnya pembangunan terpadu ini.
Untuk mengatasi kendala-kendala ini maka organisasi birokrasi perlu disehatkan kembali yaitu dengan cara menyempurnakan susunan organisasinya mengikuti pola organisasi yang cocok dan luwes sesuai dengan tugas pembangunan termasuk penyempurnaan aparat-aparatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mirrian Sjofyan mengenai Penyusunan Semula Organisasi Direktorat Pembangunan Daerah Penyempurnaan Pentadbiran di Indonesia: Suatu Kalian Pada Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, (desertasi Master) University of Malaya, Kuala Lumpur.

Millidge, Walker & Tinker Irene. (1975). Perkembangan dan Perubahan Gaya Birokrasi di Indonesia.

Persadi. (1984). Peranan Birokrasi dalam Pembangunan, Hasil Seminar Persadi Ujung Pandang.

Richard, K.cs, Kepentingan-kepentingan Birokrasi, Implikasi dan Pengalaman Asia Untuk Teori Pembangunan Masa Kini. (terjemahan).

Republik Indonesia, Departemen Dalam Negeri RI, Keputusan Presiden No. 44 dan 45 tahun 1974, tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen dan Susunan Organisasi Departemen.

Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara. (1979). Landasan Pedoman Induk Penyempurnaan Administrasi Negara.

Sutjipto, F.A. Struktur Birokrasi Mataram, Universitas Gajah Mada.

Siagian, Sondang P. (1970). “Improving Indonesia’s Administration Infrastructure: Acase Study”, Administrative Reform in Asia, Hahn Been Lee and Abelardo G. Samonte, ed. Phillipines: The EROPA.


MODUL 9: KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI  
Kegiatan Belajar 1

Kepemimpinan sebagai Inti Manajemen

Kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain supaya mau mengikuti dan menjalankan apa yang telah diputuskan oleh organisasi. Yang dipengaruhi ialah tingkah laku para bawahan supaya menyatukan arah tindakannya kepada sasaran yang ingin dicapai. Peranan utama pemimpin ialah pengambilan keputusan. Model keputusan pimpinan itu bermacam-macam yaitu dapat berupa keputusan rasional, bounded rasionality, rasional komprehensif, incremental, dan Mix-Scanning. Model mana yang diikuti oleh seorang pemimpin tergantung pada situasi dan masalah yang dihadapi oleh organisasi.
 Di dalam organisasi setiap pejabat yang menduduki tingkat organisasi adalah pengambil keputusan. Dengan keputusan-keputusan yang diambilnya maka organisasi dapat digerakkan dengan cara kepemimpinan yang diterapkan. Oleh sebab itu kepemimpinan menjadi kunci keberhasilan organisasi.

Kegiatan Belajar 2

Pendekatan Kepemimpinan

Keberhasilan kepemimpinan tergantung kepada bawahan yang dipimpin, tugas yang dilakukan serta gaya kepemimpinan yang diterapkan.
 Bawahan yang dipimpin bermacam-macam sifatnya dan pada umumnya dapat dikategorikan dalam X dan Y. Sedangkan tugas yang dijalankan bermacam-macam pula banyaknya dan pada umumnya dapat dikategorikan atas tugas yang bersifat mekanik (rutin) dan tugas yang bersifat organik (non-rutin). Gaya kepemimpinan juga bermacam-macam dan dapat dikategorikan atas dua kecenderungan yaitu gaya otoriter dan gaya demokratik. Sehubungan dengan sifat bawahan yang dipimpin, tugas yang dilakukan, dan gaya kepemimpinan ini maka diasumsikan bahwa cocok dengan jenis tugas yang dilakukan dan bawahan yang melakukannya. Gaya otoriter cocok dengan tugas yang bersifat mekanik dan bawahan yang bersifat X. Sedangkan gaya demokratik cocok diterapkan dengan tugas yang organik dan bawahan yang bersifat Y.
Walaupun demikian, sifat-sifat pemimpin ikut memperkuat kepemimpinan seseorang. Diharapkan kepemimpinan mempunyai sifat-sifat yang lebih dari bawahan yang dipimpinnya terutama dari segi intelijensia, kawibawaan, dan kreativitas.

DAFTAR PUSTAKA
Bass Bernard M. (1981). Stogdill’ Hanbook of Leadership. New York: The Free Press.

Beal George M. Cs. Leadership and Dynamic Group Action. Lowa: The Lowa State University Press.

Gonnon, Martin J. (1982). Management an Integrated Framework. Toronto: Little, Brown and Company.

Hampton David R. (1977). Cotemporary Management. New York: McGraw Hill.

Hellriegel Don and Slocum John W. (1978). Managemnt Contingency Approach Philippiness: Addison-Wesley Publishing Company.

Kast Fremont, E. and Rosenzweig James E. (1981). Organisation and Management. Tokyo: McGrew Hill Kogukusha.

Lossey William R. and Fernandez Richard R. (1976). Leadership and Social Change California: University Associates.

Luthans, Fred. (1981). Organizational Behavior. Tokyo: McGraw Hill.

Mitchell, Terence R. (1978). People in Organizations Understanding Their Behavior. Tokyo: McGraw Hill Kogukasha.

Tannenbaum, Cs. (1961). Leadership and Organization. New York: McGraw Hill Book Company.

KEMANA SESOSOK TINI

sebab malam patah juga langit terkelupas. Tin
penjabaran akar-akar bilangan itu telah menyederhanakan variabel_
dari puluhan notasi dan  milyar zona terbakar tergenang rumus alam
mungkin kau kembali ke pos persilangan itu.  

setelah hujan terhengkang ke dalam gelas minumanmu
kidung pun tak lagi terdengar.
entah apa syairmu senja itu
aku hanya bisa menimang sampah tangan yang telah lama kau tinggalkan di tubuh.
"ada apa denganmu Tin?"
langit habis kau cabik
di teguk kesibukan rantai darah tersendat foster-fostermu
kemudian jasad waktu yang kau mutilasi
bangkit bersama arca-arca sejarah makam ikrar kau dan aku.

namun kita bisa gali arwah romansa yang ternisankan hidup-hidup
ya, aku masih kenal tanah itu
tanah yang pernah kau lukis seribu ayat diatasnya
“kesetiaan adalah mawar yang selalu wangi dalam tubuh kita”
jejarimu membentur syair Abu Nawas kala itu.

Tin.
     Tin.
            Tin.
            Bukan hempas tapi halaulah yang pecahkan sulam kita.